THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 11 April 2009

BIOGRAFI SUROSO MARTODIDJOJO


Seperti Kebanyakan anak perempuan pada zaman dulu, diusia 17 tahun bila belum menikah akan menjadi gunjingan masyarakat sekitar tempat tinggal saya. Perasaan malupun timbul pada diri saya, tapi kemudian saya berkenalan dengan seorang pemuda bernama Soeroso, yang pada waktu itu bekerja sebagai sopir B K R ( Barisan Keamanan Rakyat ) yang pada Waktu itu saya sedang bergabung dengan organisasi perkumpulan istri-istri orang Jepang.
Atas kesepakatan bersama walau tanpa persetujuan Ayah yang seorang Tentara KNIL, Kami melangsungkan pernikahan pada tanggal 29 Oktober 1945 di Majalengka Jawa-Barat dengan memakai Wali Hakim, karena walaupun Ayah tidak menyetujui tapi sang Ibunda merestui pernikahan Kami, jadi kebahagiaan walau sedikit kami rasakan.
Lengkaplah kebahagiaan itu setelah BKR dibubarkan, Suami tercinta diterima sebagai TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) Tepatnya pada tanggal : 01 Nopember 1945 yang tetap berjuang mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Dan atas nasehat Ibunda tercinta,seperti kebiasaab orang Timur, seorang istri haruslah berbakti kepada Suami. Karena itu saya pun turut suami,dan dimulailah petualangan saya dengan Suami.setelah pecah Kles 1 pada tahun 1947 kami para Keluarga Tentara mengungsi ke Lereng Gunung Cireme di Cirebon.Padahal saya baru saja kehilangan anak pertama saya yang berumur 6 Bulan. Sambil membantu digaris belakang sebagai regu Palang Merah dan sebagian di dapur umum untuk mendukung para Pejuang di garis Depan termasuk suami saya. Sebagai penghubung garis depan dan garis belakang disebut Tobang / Pesuruh sebanyak 4 orang yang saya tidak ingat nama namanya, hanya seorang yang saya ingat ingat yaitu Suradi, karena keempatnya tewas ditangan tentara Belanda. Kepala dari Pasukan kami Bapak Djoni Siregar dan suami saya dibawah Pimpinan Bapak Suha sebagai Atasan langsung.
Dari sekian banyak teman seperjuangan suami saya paling intim bergaul dengan temannya yang bernama Sentot yang berasal dari Yogya dan Kakak Kandung saya yang bernama Basir.
Bila mengingat Bapak Suha, saya teringat waktu menolong kelahiran Putra Bapak Suha di Pengungsian yang merenggut nyawa Ibu Suha, Karena terlalu banyak mengeluarkan Darah, hingga tak tertolong jiwanya karena tidak ada dukun beranak apalagi Dokter. Dengan peralatan seadanya ( Saya dan dua orang rekan yang saya tidak ingat namanya) tapi karena kami tidak berpengalaman maka tindakan apa yang harus dikerjakan sama sekali tidak terpikir.tapi walaupun demikian Bayinya selamat dan diurus oleh salah seorang teman penolong. Kejadian tersebut bertepatan dengan perjanjian Linggar Jati.
Terjadi Hijrah pertukaran Tawanan dan Keluarga dengan pihak Belanda, Kemudian Kami turun dari Gunung dan mengungsi kearah Timur dengan melewati hutan hutan yang sangat Rawan dengan Binatang Buas dan Melata serta Berbisa, sampailah kami di Solo.
Saya dan Suami Menuju ke Jogyakarta ketempat kediaman Mbah saya di Karang Waru Kidul, Kemudian saya hamil sampai melahirkan Anak ke dua saya yang saya berinama R.Ardi Barsono. Pada tanggal 21 Oktober 1948 Pecah Kles II di Yogyakarta. Bayi Merah Saya bawa Mengungsi kelereng Gunung Merapi bersama Pasukan yang sama sekali belum saya kenal sebelumnya,Karena setelah dari Cirebon pada Kles I Pasukan terpecah Belah.
Kami mengungsi selama Kurang Lebih 6 Bulan, Setelah Aman Kami turun Gunung dan Bayi Saya diambil oleh Mbah Saya.
Suami saya hingga tanggal 01 September 1950 bergabung dengan Kesatuan / Kelaskaran di Yogyakarta dengan Pangkat terakhir Sersan Be 17, di bawah Pimpinan bapak Letkol Soedarto tapi kemudian kami hijrah ke Jakarta.
Setelah di Jakarta suami tidak lagi bekerja sebagai Tentara atau lebih tepatnya Mengundurkan diri dari Kedinasan dengan alasan yang saya tidak jelas dan Mengerti.



Jakarta, 08 Juli 1987


( Sukesih Soeroso )
Back to : chulay212

0 komentar: